CIANJUR – Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang mendapati temuan menarik dari hasil ekskavasi di sebelah selatan teras 5. Tim menemukan berbagai batuan, seperti urukan. Tim menduga itu hasil urukan oleh manusia. Meski begitu, apa tujuannya, belum diketahui.
“Dugaan sementara tim, ini hanya untuk menyeimbangkan bangunan. Karena orientasi Gunung Padang ini menghadap Gunung Gede, jadi agak miring dari kontur tanahnya,” ungkap salah satu peneliti, Arkelog UI, DR. Ali Akbar.
Temuan ini kembali memperkuat dugaan Gunung Padang sebagai multi-component site, atau situs yang digunakan oleh lebih dari satu kebudayaan. Sebelumnya, dari hasil pengeboran yang dilakukan Tim Geologi, diperkirakan pernah ada dua lapisan kebudayaan di Gunung Padang.
Berdasarkan perbandingan struktur bangunan Gunung Padang dengan temuan megalitik lain–seperti di Pasir Angin, Lebak Cibadak, atau Pugung Raharjo–sebagian besar arkeolog percaya Gunung Padang berasal dari periode Megalitik antara 2.500 SM hingga 1.500 SM.
Secara garis besar, Ali Akbar mengatakan penelitian ini berhasil menarik kesimpulan bahwa punden berundak Gunung Padang adalah sebuah bangunan yang megah dan luas. Jika sebelumnya area situs Gunung Padang diperkirakan hanya sebatas dari tangga bawah hingga lima teras di atasnya, penelitian ini memperlihatkan bahwa Gunung Padang merupakan sebuah bangunan besar yang dikelilingi terasering. Luasnya mencapai hampir 15 hektar dengan tinggi sekitar 100 meter. Ini sama dengan 10 kali luas Borobudur.
Teknologi pembuatan teraseringnya pun terbilang maju, karena dapat mencegah longsornya bangunan. Menariknya, terasering yang ada di Gunung Padang serupa dengan Machu Picchu. Ini tentu istimewa, sebab Machu Picchu dibangun bangsa Inca sekitar abad 15 Masehi, sedangkan Gunung Padang diperkirakan dibangun pada periode Megalitik di masa prasejarah. Artinya teknologi ini telah berada lebih dulu di Indonesia sekitar 20 Abad sebelum ditemukan di benua Amerika.
Arkeolog dari UI ini mengatakan Gunung Padang bahkan berpotensi menjadi bangunan prasejarah terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, di sebagian besar situs megalitik di wilayah lain, terutama Eropa, umumnya hanya terdiri dari temuan-temuan yang terpisah. Temuan menhir atau sarkofagus biasanya tersebar di suatu kompleks besar, tapi tidak berada dalam satu bangunan.
Sedangkan di Gunung Padang, semua merupakan satu unit kompleks bangunan. Di dalamnya juga ditemukan berbagai menhir dan teras, yang diduga para ahli digunakan untuk tempat pemujaan.
“Prospek ini menjadikan Gunung Padang sebagai bangunan prasejarah terbesar di dunia, sangatlah besar. Ada yang memperkirakan situs ini bisa berasal dari 500 SM. Tapi, menurut perkiraan kami, Gunung Padang berasal dari usia yang lebih tua,”
“Dugaan sementara tim, ini hanya untuk menyeimbangkan bangunan. Karena orientasi Gunung Padang ini menghadap Gunung Gede, jadi agak miring dari kontur tanahnya,” ungkap salah satu peneliti, Arkelog UI, DR. Ali Akbar.
Temuan ini kembali memperkuat dugaan Gunung Padang sebagai multi-component site, atau situs yang digunakan oleh lebih dari satu kebudayaan. Sebelumnya, dari hasil pengeboran yang dilakukan Tim Geologi, diperkirakan pernah ada dua lapisan kebudayaan di Gunung Padang.
Berdasarkan perbandingan struktur bangunan Gunung Padang dengan temuan megalitik lain–seperti di Pasir Angin, Lebak Cibadak, atau Pugung Raharjo–sebagian besar arkeolog percaya Gunung Padang berasal dari periode Megalitik antara 2.500 SM hingga 1.500 SM.
Secara garis besar, Ali Akbar mengatakan penelitian ini berhasil menarik kesimpulan bahwa punden berundak Gunung Padang adalah sebuah bangunan yang megah dan luas. Jika sebelumnya area situs Gunung Padang diperkirakan hanya sebatas dari tangga bawah hingga lima teras di atasnya, penelitian ini memperlihatkan bahwa Gunung Padang merupakan sebuah bangunan besar yang dikelilingi terasering. Luasnya mencapai hampir 15 hektar dengan tinggi sekitar 100 meter. Ini sama dengan 10 kali luas Borobudur.
Teknologi pembuatan teraseringnya pun terbilang maju, karena dapat mencegah longsornya bangunan. Menariknya, terasering yang ada di Gunung Padang serupa dengan Machu Picchu. Ini tentu istimewa, sebab Machu Picchu dibangun bangsa Inca sekitar abad 15 Masehi, sedangkan Gunung Padang diperkirakan dibangun pada periode Megalitik di masa prasejarah. Artinya teknologi ini telah berada lebih dulu di Indonesia sekitar 20 Abad sebelum ditemukan di benua Amerika.
Arkeolog dari UI ini mengatakan Gunung Padang bahkan berpotensi menjadi bangunan prasejarah terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, di sebagian besar situs megalitik di wilayah lain, terutama Eropa, umumnya hanya terdiri dari temuan-temuan yang terpisah. Temuan menhir atau sarkofagus biasanya tersebar di suatu kompleks besar, tapi tidak berada dalam satu bangunan.
Sedangkan di Gunung Padang, semua merupakan satu unit kompleks bangunan. Di dalamnya juga ditemukan berbagai menhir dan teras, yang diduga para ahli digunakan untuk tempat pemujaan.
“Prospek ini menjadikan Gunung Padang sebagai bangunan prasejarah terbesar di dunia, sangatlah besar. Ada yang memperkirakan situs ini bisa berasal dari 500 SM. Tapi, menurut perkiraan kami, Gunung Padang berasal dari usia yang lebih tua,”
0 komentar:
Posting Komentar
terimah kasih atas kunjungannya